Untuk mengukur efisiensi kinerja sebuah perusahaan, seorang manajer atau investor tidak hanya harus memperhatikan laba, dan pendapatan perusahaan tersebut selama beberapa tahun, tetapi juga harus melihat berapa banyaknya sumber daya yang harus digunakan untuk mendapatkan laba dan pendapatan tersebut.
Kedua variabel ini, sumber daya dan laba/pendapatan, dibandingkan dalam sebuah rasio keuangan. Diantara sekian banyak rasio keuangan yang digunakan oleh perusahaan untuk mengevaluasi kinerjanya, rasio profitabilitas adalah salah satunya.
Pengertian Rasio Profitabilitas
Rasio profitabilitas adalah rasio yang membandingkan keuntungan yang diperoleh perusahaan dengan berbagai aset yang digunakan oleh perusahaan untuk mendapatkan keuntungan tersebut. Rasio ini digunakan untuk memperkirakan efisiensi kinerja perusahaan dalam menggunakan asetnya.
Sebuah perusahaan dapat dikatakan memiliki kinerja yang baik apabila dia memiliki nilai rasio profitabilitas yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan kompetitornya atau memiliki nilai rasio yang hampir sama dengan tahun-tahun sebelumnya.
Sama seperti rasio keuangan lainnya, rasio profitabilitas hanya akan berguna untuk mengukur kinerja perusahaan tersebut apabila ia dibandingkan dengan perusahaan lainnya yang sejenis atau dengan sejarah perusahaan itu sendiri. Hal ini karena setiap perusahaan memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga tidak pas rasanya jika membandingkan keuangan sebuah perusahaan dengan perusahaan lain yang memiliki karakteristik yang jauh berbeda.
Fungsi Rasio Profitabilitas
Stakeholder menggunakan rasio ini untuk kepentingan yang berbeda. Manajer atau pimpinan perusahaan menggunakan rasio ini untuk melihat efisiensi kinerja perusahaan dan memperkirakan pemanfaatan aset manakah yang bisa diperbaiki supaya nilainya bisa naik.
Lain halnya dengan stakeholder eksternal, seperti investor atau bank. Investor, menggunakan rasio ini untuk memperkirakan potensi keuangan investasi serta kesehatan keuangan perusahaan.
Di sisi lain, rasio ini beserta rasio-rasio keuangan lainnya merupakan salah satu pertimbangan yang akan diambil oleh bank sebelum memberikan kredit atau pinjaman kepada perusahaan. Dengan demikian, rasio profitabilitas memegang peranan penting baik untuk stakeholder internal, seperti pihak manajemen, maupun untuk stakeholder eksternal, seperti investor dan bank.
Jenis-Jenis Rasio Profitabilitas
Rasio profitabilitas terbagi menjadi 8 jenis, yaitu:
1. Gross Profit Margin
Gross Profit Margin (GPM) adalah rasio yang membandingkan antara laba kotor perusahaan dengan pendapatan perusahaan tersebut. Bagian dari rasio profitabilitas ini digunakan untuk mengetahui efisiensi kinerja perusahaan dalam mengelola biaya produksinya. Semakin besar nilai GPM dapat diartikan sebagai semakin efisien pula kinerja perusahaan tersebut.
Rumus Gross Profit Margin adalah:
GPM = (Laba Kotor /Pendapatan) x 100%
Contoh:
Berikut ini data keuangan PT. Lancar Jaya Cemerlang pada tahun 2004,2005 dan 2006:
Keterangan (dalam jutaan rupiah, kecuali GPM) | 2004 | 2005 | 2006 |
Pendapatan | 1.948,000 | 2.000.000 | 1.950.000 |
Total biaya operasional | 1.400,000 | 1.640.000 | 1.340.000 |
Laba kotor | 548.000 | 360.000 | 610.000 |
Gross Profit Margin | 28,13% | 18,00% | 31,28% |
Dari data tersebut terlihat bahwasanya meskipun pendapatan PT. Lancar Jaya Cemerlang naik dari 1,94 triliun ke 2 triliun rupiah pada tahun 2004 dan 2005, namun GPM perusahaan tersebut pada tahun 2005 menurun. Hal ini karena peningkatan laba kotor diikuti dengan peningkatan biaya. Sebaliknya, efisiensi bisa terjadi ketika nominal penurunan pendapatan PT. Lancar Jaya Cemerlang lebih kecil dibandingkan nominal penurunan biaya, seperti halnya yang terjadi di tahun 2006.
2. Net Profit Margin
Sesuai dengan namanya, Net Profit Margin (NPM) adalah rasio profitabilitas yang membandingkan antara laba bersih dengan pendapatan perusahaan tersebut. Sama seperti GPM, semakin besar nilai NPM, semakin bagus pula kondisi keuangan sebuah perusahaan. Rasio ini diperoleh dengan rumus:
NPM = Laba Bersih Setelah Pajak /Pendapatan
Untuk lebih memahaminya, mari dilihat contoh dari keuangan PT. Lancar Jaya Cemerlang pada tahun 2004, 2005 dan 2006 berikut ini:
Keterangan (dalam jutaan rupiah, kecuali NPM) | 2004 | 2005 | 2006 |
Pendapatan | 1.948.000 | 2.000.000 | 1.950.000 |
Total biaya operasional | 1.400.000 | 1.640.000 | 1.340.000 |
Laba kotor | 548.000 | 360.000 | 610.000 |
Biaya gaji | 200.000 | 200.000 | 200.000 |
Biaya lain-lain | 158.000 | 132.000 | 150.000 |
Laba sebelum pajak | 190.000 | 28.000 | 260.000 |
Beban pajak | 9.740 | 10.000 | 9.750 |
Laba setelah pajak | 180.260 | 18.000 | 250.250 |
Net Profit Margin | 9,25% | 0.90% | 12.83% |
3. Return on Assets (ROA)
Return on Assets atau ROA adalah rasio yang membandingkan antara laba yang berhasil diperoleh perusahaan dengan total aset yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Rasio keuangan ini mengukur kemampuan perusahaan untuk memanfaatkan aset yang dimilikinya demi mendapatkan laba. Semakin tinggi nilai ROA, maka semakin bagus pula kinerja perusahaan tersebut.
Rumus indikator ini adalah:
ROA = Laba Bersih / Total Aset
Masih menggunakan laporan keuangan PT. Lancar Jaya Cemerlang, berikut ini contoh penghitungan Return on Assets (ROA).
Laba setelah pajak | 180.260 | 18.000 | 250.250 |
Total Aset | 2.780.000 | 2.540.000 | 3.350.000 |
Return on Asset (RoA) | 6,48% | 0,71% | 7,47% |
4. Return on Sales
Return on Sales adalah rasio keuangan yang membandingkan antara laba perusahaan sebelum dikurangi pajak dan beban bunga dengan total penjualan produk perusahaan tersebut. Nama lain dari rasio ini adalah margin operasional.
Rumusnya adalah:
Return on Sales Ratio = (Laba sebelum Pajak dan Bunga / Penjualan) x 100%
Apabila menggunakan contoh laporan keuangan PT. Lancar Jaya Cemerlang di atas, maka contohnya adalah:
Laba sebelum pajak | 190.000 | 28.000 | 260.000 |
Return on sales ratio | 9,75% | 1,40% | 13,33% |
5. Return on Equity (ROE)
Return on Equity (ROE) adalah rasio yang membandingkan laba perusahaan dengan total ekuitas atau modal yang disetorkan untuk membangun perusahaan tersebut. Semakin tinggi nilai ROE, maka semakin bagus pula potensi berinvestasi di sebuah perusahaan.
Rumus ROE adalah sebagai berikut:
ROE = Laba bersih setelah pajak / total ekuitas
Contohnya katakanlah nilai ekuitas PT. Lancar Jaya Cemerlang sebesar 1 triliun rupiah dan tidak berubah sepanjang tahun 2004, 2005, dan 2006. Maka, nilai ROE perusahaan tersebut adalah:
Laba setelah pajak | 180.260 | 18,000 | 250,250 |
Total ekuitas | 1.000.000 | 1.000.000 | 1.000.000 |
Retrun on equity | 18,03% | 1,80% | 25,03% |
6. Return on Capital Employed
Sedikit berbeda dengan ROE, Return on Capital Employed adalah rasio yang membandingkan laba perusahaan dengan total modal kerja yang dibutuhkan dalam operasional perusahaan tersebut. Adapun yang dimaksud dengan modal kerja di sini tidak hanya ekuitas, melainkan juga utang jangka pendek (current liabilities).
Utang jangka pendek atau yang juga sering disebut sebagai kewajiban lancar ini diperoleh dengan mengurangi total aset dengan utang jangka panjang atau non–current liabilities. Oleh sebab itu, rumus yang digunakan untuk menghitung rasio ini adalah:
Return on Capital Employed = Laba Sebelum Pajak dan Bunga / (Total Aset – Kewajiban Lancar)
Contohnya:
Laba setelah pajak | 180.260 | 18.000 | 250.250 |
Total Aset | 2.780.000 | 2.540.000 | 3.350.000 |
Non-current liabilities | 1.500.000 | 1.340.000 | 2.000.000 |
Modal kerja | 1.280.000 | 1.200.000 | 1.350.000 |
Return on Capital Employed | 14,08% | 1,50% | 18.54% |
Earning per share adalah jumlah keuntungan per lembar saham yang diperoleh oleh seorang investor atas investasinya di sebuah perusahaan. Rumus EPS cukup sederhana, yaitu:
EPS = (Laba bersih setelah pajak – dividen saham preferen) / Total saham biasa di pasaran.
Contoh:
Katakanlah PT. Lancar Jaya Cemerlang membagikan 15% keuntungannya kepada pemilik saham preferen dan memiliki jumlah saham biasa yang beredar di pasaran sebanyak 2.000.000 unit. Maka, nilai EPS yang diterima untuk masing-masing saham tersebut adalah:
Laba setelah pajak | 180.260 | 18.000 | 250.250 |
Dividen saham preferen | 27.039 | 2.700 | 37.538 |
Jumlah keuntungan untuk saham biasa (dalam jutaan rupiah) | 153.221 | 15.300 | 212.713 |
Jumlah saham biasa yang beredar | 2.000.000 | 2.000.000 | 2.000.000 |
Earning per share (EPS) (dalam jutaan rupiah) | 0,077 | 0,01 | 0,1064 |
Ini artinya, pada tahun 2004, 2005 dan 2006, pemilik saham biasa PT. Lancar Jaya Cemerlang akan mendapatkan keuntungan masing-masing sebesar Rp77,000 Rp10,000 dan Rp106.400 per lembar. Jika Anda memiliki 1 lot saham perusahaan ini, maka pada tahun tersebut Anda akan mendapatkan keuntungan masing-masing sebesar Rp7.700.000, Rp1.000.000 dan Rp10.640.000.
8. Return on Investment (ROI)
Jenis rasio profitabilitas yang terakhir adalah Return on Investment (ROI). Sedikit berbeda dengan rasio-rasio di atas, rasio ini digunakan untuk mengukur keuntungan investasi dibandingkan dengan modal yang dikeluarkan untuk memulai investasi tersebut. Rumusnya adalah:
Return on Investment = ((Total pendapatan investasi – Nilai investasi) /Nilai investasi) x 100%
Misalnya, Anda mengeluarkan uang sebesar Rp100,000 untuk membeli 1 lot (100 lembar) saham PT. Lancar Jaya Cemerlang. Ketika menjualnya, Anda berhasil menjual saham tersebut dengan harga 1100 per lembar atau Rp110.000 per lot. Dengan keuntungan tersebut, maka nilai ROI dari investasi Anda adalah sebesar:
Return on Investment = ((110.000 – 100.000 /100.000) x 100% = (10.000/100.000) x 100% = 10%Nah, itu tadi pembahasan lengkap mengenai rasio profitabilitas. Data-data untuk berbagai rasio di atas dapat Anda temukan di laporan laba rugi dan laporan neraca perusahaan. Sebagai manajer, Anda perlu memahami rasio-rasio keuangan di atas untuk membuat keputusan investasi yang tepat guna dan efisien.