Evaluasi adalah salah satu tindakan penting yang harus dilakukan oleh manajemen sebuah perusahaan secara berkala. Tujuannya adalah untuk membandingkan hasil kinerja dengan target hasil operasi perusahaan tersebut.
Dengan demikian, manajemen perusahaan akan tahu apa penyebab hasil kinerja perusahaan berada di bawah atau di atas target dan apa strategi yang bisa diambil dari hasil evaluasi tersebut.
Salah satu bahan evaluasi yang perlu dipertimbangkan oleh manajemen adalah average rate of return atau rata-rata rasio pengembalian investasi sebuah perusahaan. Average rate of return penting dihitung untuk menjawab pertanyaan investor mengenai kelayakan perusahaan untuk menerima investasi.
Pengertian Average Rate of Return
Average rate of return adalah rasio perbandingan antara rata-rata keuntungan tahunan pada periode waktu tertentu dengan nilai investasi di awal. Keuntungan disini bisa berarti apa saja mulai dari laba tahunan perusahaan, hasil kinerja sebuah mesin dan lain-lain.
Oleh sebab itu, rasio ini dapat dipakai untuk mengevaluasi kinerja perusahaan secara keseluruhan maupun mengevaluasi kinerja sumber daya perusahaan secara rinci. Dengan demikian, manajemen bisa membandingkan tingkat produktivitas satu sumber daya dibandingkan sumber daya yang lainnya serta mengevaluasi apakah berinvestasi di satu sumber daya tersebut layak atau tidak.
Rumus Average Rate of Return
Secara sederhana, average rate of return (ARR) dapat dihitung dengan:
ARR = (Rata-rata keuntungan per tahun : Investasi awal) x 100
Namun jika perusahaan berencana membeli mesin atau sumber daya lainnya, akan lebih baik jika memasukkan faktor-faktor yang bisa mempengaruhi rata-rata nilai keuntungan perusahaan dari sumber daya tersebut. Faktor-faktor ini seperti, nilai depresiasi dan ekspektasi biaya perbaikan.
Kalau demikian, maka nilai ARR diperoleh dengan cara:
ARR = ((Rata-rata keuntungan per tahun- nilai depresiasi tahunan- biaya perbaikan) : Investasi awal) x 100
Contoh Penghitungan Average Rate of Return
Contoh 1:
Diketahui seorang driver ojek online ingin membeli sepeda motor untuk menunjang usaha ojek online-nya. Driver ojek online tersebut sudah berpengalaman selama 5 tahun dan rata-rata setiap tahunnya dia mendapatkan penghasilan senilai 24.000.000 rupiah.
Ketika akan membeli motor, driver ojek tersebut ragu apakah membeli motor baru seharga 27.000.000 rupiah dengan depresiasi 5 tahun dan kira-kira biaya perbaikan sebesar 800.000 per tahun atau membeli motor bekas seharga 15.000.000 depresiasi 5 tahun tapi biaya perbaikan sebesar 1.200.000 tiap tahun?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, lantas si driver ojek online menghitung nilai ARR berikut ini:
Motor baru
ARR = ((Rata-rata keuntungan per tahun- nilai depresiasi tahunan- biaya perbaikan) : Investasi awal) x 100
ARR= (( 24.000.000- (27.000.000 : 5) – (800.000 x 5)) : 27.000.000) x 100
ARR= (( 24.000.000- (5.400.000) – (4.000.000) : 27.000.000) x 100
ARR= (( 18.600.000 – 4.000.000) : 27.000.000) x 100
ARR= (14.600.000 : 27.000.000) x 100
ARR= 54%
Motor bekas
ARR = ((Rata-rata keuntungan per tahun- nilai depresiasi tahunan- biaya perbaikan) : Investasi awal) x 100
ARR= (( 24.000.000- (15.000.000 : 5) – (1.200.000 x 5)) :15.000.000) x 100
ARR= (( 24.000.000- 3.000.000- 6.000.000) :15.000.000) x 100
ARR= (( 24.000.000- 9.000.000) :15.000.000) x 100
ARR= ((15.000.000) :15.000.000) x 100
ARR= 100%
Dari penghitungan nilai ARR di atas didapatkan bahwa driver ojek online tersebut lebih baik membeli motor bekas alih-alih motor baru.
Contoh 2:
Diketahui sebuah perusahaan yang bergerak di bidang manufacturing sedang mengevaluasi kinerja dua mesin pengolah bahan yang dibeli dari dua perusahaan yang berbeda 3 tahun yang lalu. Berikut ini rincian masing-masing mesin:
Mesin A
Harga : 12.000.000
Periode depresiasi: 10 tahun sudah dipakai 3 tahun
Lama kerja: 2800 jam
Total biaya perawatan selama 3 tahun: 1.500.000
Total keuntungan selama 3 tahun: 45.000.000
Mesin B
Harga : 15.000.000
Periode depresiasi: 12 tahun sudah dipakai 3 tahun
Lama kerja: 2800 jam
Total biaya perawatan selama 3 tahun: 2.700.000
Total keuntungan selama 3 tahun: 45.000.000
Maka nilai average rate of return masing-masing mesin adalah:
Mesin A
ARR = ((Rata-rata keuntungan per tahun- nilai depresiasi tahunan- biaya perbaikan) : Investasi awal) x 100
ARR= (((45.000.000:3)- ((12.000.000 : 10)) – (1.500.000 : 3)) : 12.000.000) x 100
ARR= (15.000.000- 1.200.000 – 500.000) : 12.000.000) x 100
ARR= (13.300.000: 12.000.000) x 100
ARR= 1,1%
Mesin B
ARR = ((Rata-rata keuntungan per tahun- nilai depresiasi tahunan- biaya perbaikan) : Investasi awal) x 100
ARR = (((45.000.000:3) – (15.000.000 : 12) – (2.700.000 : 3)) : 15.000.000) x 100
ARR = ((15.000.000 – 1.250.000 – 900.000) : 15.000.000) x 100
ARR = (12.850.000 : 15.000.000) x 100
ARR = 85%
Dari hasil di atas dapat disimpulkan bahwa meskipun memiliki masa aktif yang lebih lama, performa mesin A masih lebih baik dibandingkan mesin B dalam hal mendatangkan keuntungan bagi perusahaan.
Kelebihan dan Kekurangan Average Rate of Return
Terlihat dari paparan di atas bahwasanya ARR memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan berikut ini:
Kelebihan:
- Menggunakan cara penghitungan yang mudah dipahami.
- Dapat digunakan untuk mengevaluasi atau memperkirakan potensi penggunaan aset perusahaan.
- Dapat dipakai untuk pekerjaan yang berkelanjutan atau satu kali proyek saja.
- Bisa dipakai oleh perusahaan maupun individu untuk menentukan keputusan bisnis.
Kekurangan:
- Masih belum mempertimbangkan aspek time value of money seperti inflasi dan suku bunga simpanan dan pinjaman.
- Hanya berasumsikan jika investor menginvestasikan seluruh dananya dalam satu kali investasi. Jadi, kurang pas untuk menghitung tingkat imbal balik investasi yang menggunakan metode angsuran.
Meskipun terlihat sederhana, tapi pada dasarnya untuk mengetahui nilai ARR ini perusahaan harus tahu beberapa hal seperti, nilai depresiasi aset yang digunakan, nilai produksi dan biaya perawatan masing-masing sumber daya. Maka dari itu, penting bagi perusahaan yang ingin maju untuk membukukan transaksi dan kinerja masing-masing sumber daya setiap hari.