Lompat ke konten

Analisis SWOT Gojek

Analisis SWOT Gojek

Gojek adalah salah satu market leader di Industri ojek online Indonesia. Didirikan oleh Nadiem Makarim sejak tahun 2010, perusahaan yang sejak beberapa tahun lalu ini merger dengan Tokopedia ini telah memiliki mitra di 50 kota di Indonesia dan menguasai kurang lebih 42% dari pangsa pasar industri ojek online. 

Kesuksesan Gojek mendorong banyaknya penyedia jasa ojek online yang lain di Indonesia. Namun sayangnya, mayoritas jasa penyedia ojek online tersebut gagal. Mempelajari analisis SWOT Gojek akan membantu Anda yang ingin memasuki industri yang sama untuk menentukan strategi operasi yang lebih baik.

Berikut ini analisis SWOT Gojek yang patut untuk Anda pertimbangkan:

Strength

  1. Gojek didirikan dan dikembangkan oleh Nadiem Makarim. Nadiem Makarim adalah anak seorang pengacara terkemuka, Nono Makarim dan memiliki latar belakang pendidikan di beberapa universitas bergengsi di dunia. Nadiem, begitu beliau dipanggil, sebelum mendirikan Gojek sudah memiliki jabatan penting di beberapa startup e-commerce Indonesia seperti Lazada, Zalora dan lain-lain. 

Mengapa poin ini masuk ke dalam strength? Karena dengan pengalaman kerja dan pendidikan tersebut, Nadiem Makarim memiliki jaringan ke sumber pendanaan dan sumber tenaga ahli yang dibutuhkan oleh Gojek ketika baru didirikan. 

  1. Merk Gojek singkat, padat dan jelas sehingga mendorong brand recognition yang tinggi di kalangan para pelanggan. 
  2. Gojek berdiri ketika mayoritas masyarakat Indonesia masih awam terhadap layanan ojek online atau bahkan ekonomi digital secara umum. 
  3. Secara natural model bisnis Gojek dapat dikembangkan ke area bisnis yang lebih luas sebagaimana yang telah ada sekarang. Kini, Gojek tidak hanya menyediakan layanan antar penumpang, tapi juga antar barang, antar makanan dan lain sebagainya. 
  4. Saat ini Gojek sudah tersedia di 50 kota dengan jumlah mitra lebih dari 200.000 orang di seluruh Indonesia.
  5. Karena dikelola dengan sistem online, kejahatan di tengah perjalanan dapat lebih terdeteksi dan dicegah. 

Weakness

  1. Gojek bersama Tokopedia berencana membuat superapp yang bisa dipakai untuk memenuhi apa saja kebutuhan konsumen. Sayangnya, desain tampilan aplikasi ini sering dikeluhkan konsumen karena membingungkan. 

Menurut penulis pribadi, Gojek seolah ingin menyampaikan banyak hal di tempat terbatas sehingga terkesan ramai dan membingungkan. Beda halnya dengan aplikasi Gojek lama yang memiliki desain muka yang sederhana. 

  1. Harga layanan Gojek sedikit lebih mahal dibandingkan aplikasi ojek online lainnya. Maka, tidak heran jika setelah sempat menjadi nomor 1 di industri ini selama beberapa tahun, Gojek kini justru menjadi ojek online terbesar kedua setelah pesaing. 
  2. Sistem pencegahan kriminalitas yang perlu ditingkatkan. Beberapa waktu lalu sempat ramai di internet mengenai sistem deteksi wajah milik aplikasi ini yang dikelabui topeng (CNN). Hal ini membuktikan bahwa sistem pencegahan kriminalitas yang dimiliki oleh perusahaan ini perlu ditingkatkan lebih lanjut meskipun pada dasarnya fitur verifikasi wajah ini sudah sangat canggih. 
  3. Aplikasi yang sering nge-lag ketika jam-jam sibuk.
  4. Switching cost yang rendah. Switching cost adalah biaya yang perlu dikorbankan pelanggan untuk pindah menggunakan produk pesaing. Layanan yang disediakan oleh industri ojek online yang relatif sama membuat konsumen dapat dengan mudah berpindah ke produk pesaing. 

Opportunity

  1. Ada sekitar 270 juta penduduk Indonesia. Menurut data BPS dan World Bank sebagaimana disampaikan oleh Katadata, pada tahun 2020 ada sekitar 56% masyarakat negeri ini yang tinggal di perkotaan. Jumlah ini diperkirakan akan meningkat ke 66,6% dan 70%  pada tahun 2035 dan 2045. 

Ini artinya, perkotaan di negeri ini akan semakin padat sehingga kebutuhan akan sarana transportasi yang murah dan fleksibel seperti ojek online (khususnya motor) akan semakin meningkat. 

  1. Potensi peningkatan pendapatan Gojek dan industri ojek online secara umum tidak hanya didorong oleh peningkatan urbanisasi tapi juga didorong oleh peningkatan tingkat penggunaan internet di Indonesia. 

Masih dilansir dari Katadata, diperkirakan 89% dari seluruh masyarakat Indonesia akan memiliki smartphone di tahun 2025. Hal ini juga berarti bahwa potensi pengguna ojek online juga akan semakin luas. 

  1. Harga beli baru kendaraan pribadi yang setiap tahun meningkat membuat konsumen lebih sering menggunakan ojek online sebagai alternatif kendaraan.
  2. Salah satu pendekatan yang sejauh ini belum banyak dieksplorasi oleh Gojek tapi sudah dilakukan oleh pesaing adalah penggunaan layanan pesan antar makanan dan antar penumpang di lingkungan pedesaan. Hal ini membuat peluang ekspansi Gojek menjadi lebih luas. 
  3. Pemerintah Indonesia bersama negara-negara ASEAN lainnya berencana untuk membuka ASEAN Economic Community, yaitu sebuah komunitas ekonomi di lingkungan negara-negara Asia Tenggara. Salah satu target AEC adalah investasi dan sumber daya manusia yang bisa keluar masuk secara bebas di dalam area negara anggota. 

Apabila rencana ini terwujud, impian Gojek untuk berekspansi ke luar negeri (sejauh ini masih Singapura) akan lebih mudah tercapai mengingat Gojek adalah salah satu penyedia jasa ojek online terbesar di Asia Tenggara. 

  1. Gojek adalah salah satu perusahaan startup yang paling ditunggu untuk listing di Bursa Efek Indonesia. Alasannya tentu saja karena perusahaan ini adalah decacorn pertama Indonesia sehingga berpotensi bekerja baik di Bursa. Dengan masuk bursa efek dan menjadi perusahaan terbuka, Gojek bisa mendapatkan pendanaan tambahan untuk ekspansi. 

Threat

  1. Peraturan pemerintah yang berniat menerapkan pajak ojek online atau memberikan plat khusus bagi mobil yang digunakan untuk menyediakan jasa ini. Hal ini nantinya tentu akan berpengaruh terhadap tarif layanan. 
  2. Bencana alam seperti covid19. Tidak dapat dipungkiri bahwasannya industri ojek online baik di Indonesia maupun Asia Tenggara sempat terguncang karena adanya pandemi yang menuntut masyarakat untuk di rumah saja. 

Meskipun pihak perusahaan sudah menerapkan berbagai peraturan pencegahan, nyatanya permintaan terhadap ojek online sempat menurun drastis dan hingga kini belum mencapai titik normal sebelum adanya pandemi. 

  1. Ancaman dari pengemudi layanan transportasi offline. Seperti yang kita ketahui bahwa komunitas ojek online adalah salah satu komunitas dengan ikatan persaudaraan yang kuat. Komunitas ini seringkali tidak bisa bekerja karena terlibat tindak kekerasan dengan pengemudi layanan transportasi offline.Tentu ini menjadi ancaman tersendiri bagi bisnis Gojek di daerah terkait.

Menurut penulis pribadi, aspek persaingan kini bukan menjadi ancaman yang berarti bagi Gojek. Alasannya adalah:

  1. Setelah berdiri dan beroperasi selama kurang lebih 11 tahun, tentu Gojek sudah berhasil membangun basis konsumen dan mitra yang kuat terlepas dari kekurangan-kekurangan yang dimiliki oleh perusahaan ini. 
  2. Tipe pasar ojek online saat ini adalah Duopoly dimana Grab menguasai 52% pangsa pasar dan Gojek 48% sisanya. Memang ada pendatang baru seperti Maxim atau InDriver, tapi hingga kini pangsa pasarnya belum mencapai 1%. 

Hal ini berarti untuk mengambil sedikit bagian dari pangsa pasar industri ini di Indonesia pendatang baru perlu berusaha sangat keras dan memiliki modal besar. Belum lagi fakta bahwa industri ini adalah industri yang berbasis teknologi yang diperlukan waktu dan biaya untuk membuat dan merawatnya. 

Di sisi lain karena tarif layanan menjadi faktor penting dalam mempertahankan konsumen, tidak menutup kemungkinan jika ojek online baru bisa menjadi ambil bagian yang cukup besar dalam industri ini. Mari kita lihat.

Farichatul Chusna

Farichatul Chusna

Farichatul Chusna merupakan salah satu finalist PKM-Kewirausahaan Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional tahun 2016. Selama menjadi mahasiswa di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM, Chusna aktif mencari dan mengeksekusi ide bisnis yang menarik dan inovatif.View Author posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *