Terdapat tiga komponen biaya yang harus diperhitungkan dalam penghitungan harga pokok penjualan (HPP) sebuah perusahaan manufaktur. Tiga komponen biaya tersebut adalah beban bahan baku, beban tenaga kerja dan beban lain-lain (overhead).
Oleh karena itu untuk memahami apa itu harga pokok penjualan (HPP) dan apa dampaknya terhadap keuangan perusahaan, mari kita pahami terlebih dahulu masing-masing komponen biaya-nya dimulai dengan biaya bahan baku.
Pengertian Biaya Bahan Baku
Biaya bahan baku atau raw material expense adalah seluruh biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk membeli, mendistribusikan dan menyimpan barang tersebut. Biaya disini termasuk harga beli dan biaya angkut dari supplier dan lain sebagainya.
Hal ini penting sebab apabila yang dihitung sebagai beban raw material hanyalah harga beli bahan tersebut, hasil analisis keuangan perusahaan bisa jadi tidak akurat sehingga manajemen gagal mengambil keputusan yang tepat.
Jenis Biaya Bahan Baku
Setidaknya raw material expense terbagi menjadi dua jenis yaitu:
1. Biaya langsung (direct material)
Direct material adalah biaya untuk membeli bahan baku utama. Misalnya, biaya langsung perusahaan produsen mie instan adalah biaya untuk membeli tepung, rempah-rempah untuk bumbu mie, bahan pengawet makanan, sampai bahan untuk membungkus mie tersebut.
2. Biaya tidak langsung (indirect material)
Indirect material adalah biaya untuk membeli bahan baku penunjang atau biaya penunjang untuk pengiriman dan penyimpanan bahan tersebut yang mana tanpa hal penunjang ini, bisa jadi barang tersebut tidak bisa digunakan untuk produksi secara maksimal.
Cara Mencatat Biaya Bahan Baku
Perlu Anda pahami bahwa kemungkinan besar akan ada perbedaan pada harga bahan baku yang sama. Hal ini bisa jadi karena perusahaan mendapatkan diskon khusus, membeli di supplier yang berbeda atau karena perusahaan membeli banyak bahan sekaligus sehingga ada pengurangan harga. Pada akhirnya, perbedaan biaya ini akan turut berpengaruh pada laba perusahaan.
Oleh karena itu, raw material expense yang keluar masuk gudang perlu dicatat secara hati-hati. Setidaknya ada 4 metode pencatatan nilai ini yaitu:
1. First in first out (FIFO)
Bahan baku yang masuk ke gudang terlebih dahulu menjadi bahan yang pertama kali keluar gudang untuk masuk proses produksi. Hal ini karena adanya kecenderungan kenaikan harga barang dari waktu ke waktu sehingga perusahaan mengeluarkan bahan yang paling murah terlebih dahulu dari gudang.
Selain itu, hal ini juga bisa terjadi karena raw materials terkait merupakan barang yang mudah busuk seperti, bawang merah, bawang putih, beras dan bahan alami lainnya.
2. Last in first out (LIFO)
Kebalikan dari FIFO adalah LIFO atau barang yang masuk terakhir, masuk proses produksi terlebih dahulu. Tujuannya adalah supaya nilai HPP terus mengecil dari waktu ke waktu. Tentu saja LIFO ini bisa diaplikasikan apabila bahan baku terkait merupakan barang yang tidak mudah busuk.
3. Metode pencatatan khusus
Pada metode ini, semua barang yang masuk diberi label khusus sesuai dengan harga belinya sehingga apabila bahan baku tersebut keluar gudang, dia akan dicatat sesuai dengan harga belinya. Dengan demikian, perusahaan jadi tahu secara rinci berapa nilai HPP komoditas yang mereka produksi.
Meskipun terdengar rumit, namun nyatanya saat ini banyak aplikasi pengelolaan inventory gudang yang bisa membantu pengusaha untuk mencatat nilai barang keluar masuk gudang secara efektif dan efisien. Karyawan gudang, tinggal memasang barcode dan apabila barang terkait keluar, barcode tersebut di-scan untuk mendapatkan harga belinya.
4. Metode harga rata-rata
Metode yang terakhir adalah metode harga rata-rata. Sesuai dengan namanya, setiap barang yang masuk gudang penyimpanan dihitung dengan harga rata-rata terlepas dari tanggal pembeliannya.
Cara Menghitung Biaya Bahan Baku
1. Cari nilai bahan baku yang sudah terpakai
Caranya adalah dengan menambahkan saldo barang di awal periode yang sudah ditambah dengan pembelian bahan baku selama periode akuntansi lalu mengurangi hasilnya dengan saldo barang pada akhir periode.
Misalnya diketahui pada Januari 2021, saldo raw material perusahaan A adalah sebesar Rp. 50.000.000. Perusahaan A lalu membeli raw material baru senilai Rp. 75.000.000 selama tahun 2021. Pada Desember 2021, nilai raw material perusahaan A tinggal Rp. 30.000.000. Maka nilai raw material perusahaan A yang sudah terpakai adalah:
Bahan baku yang terpakai = (50.000.000+75.000.000 ) – 30.000.000 = 125.000.000- 30.000.000= 95.000.000
2. Mencari biaya produksi
Biaya produksi diperoleh dengan menambahkan raw material expense yang sudah terpakai dengan biaya tenaga kerja dan biaya overhead yang berkaitan dengan produksi. Misalnya, perusahaan A memiliki biaya tenaga kerja senilai Rp. 100.000.000 dan biaya overhead sebesar Rp. 12.000.000. Maka, biaya produksi perusahaan A adalah sebesar:
Biaya produksi= 95.000.000 + 100.000.000 + 12.000.000 = 207.000.000
Contoh perhitungan biaya bahan baku
Misalnya, Pak Supriadi adalah penjual ayam goreng jalanan. Setiap minggunya, Pak Supriadi mencatat rincian biaya sebagai berikut:
Biaya | Total Biaya |
Biaya bahan baku | |
Tepung bumbu | 250,000 |
Ayam potong | 200,000 |
Saos sambal | 30,000 |
Telur | 20,000 |
Minyak goreng | 100,000 |
Raw material expense total | 600,000 |
Biaya tenaga kerja | 100,000 |
Biaya overhead | |
Bensin | 20,000 |
Listrik | 10,000 |
Biaya tidak langsung | 130,000 |
Biaya produksi | 730,000 |
Apabila dalam satu minggu dia berhasil menjual 350 potong ayam goreng, maka rata-rata biaya produksi Pak Supriadi untuk 1 ayam goreng adalah sebesar:
Rata-rata biaya produksi= 730.000/350 =2.085 rupiah
Dengan rata-rata raw material expense sebesar 600.000/ 350 = 1.714 rupiah.
Bagaimana Bahan Baku Bisa Mempengaruhi Laba Perusahaan?
Seperti yang telah tertulis di atas, raw material merupakan salah satu komponen penting dalam menghitung harga pokok penjualan (HPP) atau dalam Bahasa Inggrisnya disebut sebagai cost of good sold (COGS). Nilai HPP ini nantinya akan menjadi komponen pengurang utama dari pendapatan. Setelah pendapatan dikurangi HPP, baru tercipta pendapatan kotor. Akibatnya, apabila nilai raw material expense perusahaan meningkat, maka nilai HPP juga meningkat. Kalau peningkatan HPP tidak diiringi dengan peningkatan pendapatan, maka nilai laba kotor akan menurun. Padahal laba kotor adalah laba yang belum dikurangi biaya lain seperti biaya tenaga kerja yang tidak terkait produksi, biaya pajak dan lain sebagainya.