Lompat ke konten

Take Home Pay: Pengertian dan Cara Menghitungnya

Take Home Pay

Sebagai pegawai yang baru terjun di dunia kerja, mungkin istilah take home pay (THP) tidak asing, bukan? Kebanyakan pegawai baru menganggap bahwa THP sama dengan upah atau besaran gaji yang diterima setiap bulan. Akan tetapi kenyataannya, istilah take home pay sebenarnya tidak sama dengan gaji.

Mudahnya, take home pay adalah pendapatan bersih yang bisa dibawa pulang, di mana jumlahnya sudah diperhitungkan terlebih dahulu. Pengetahuan dasar mengenai THP perlu diketahui oleh lulusan baru maupun karyawan yang baru terjun di dunia kerja supaya tidak terkecoh ketika membaca kontrak ataupun semacamnya. Baca penjelasan tentang take home pay berikut ini, disertai komponen dan cara menghitungnya.

Pengertian Take Home Pay

Take home pay adalah pembayaran gaji bersih secara utuh setelah mempertimbangkan beberapa komponen perhitungan, dari pendapatan rutin, pendapatan insidentil, serta potongan gaji. Banyak orang, terutama mereka yang baru terjun di dunia kerja seringkali salah kaprah dan mengira bahwa THP sama saja dengan upah atau gaji, padahal keduanya adalah hal berbeda.

Masih banyak lulusan baru atau mereka yang baru saja mengambil kontrak kerja seringkali tidak membaca kontrak secara teliti, termasuk memahami penawaran gaji. Biasanya, pada saat kontrak hanya dicantumkan mengenai gaji kotor saja, bukan THP. Jadi ketika jumlah gaji bulanannya ternyata tidak sesuai kontrak, berarti yang tercantum di sana bukanlah take home pay, melainkan hanya pendapatan kotor saja.

Pembayaran THP ke karyawan ketentuannya sudah diatur oleh kebijakan perusahaan tempat bekerja maupun pemerintah. Jadi, pendapatan bersih setiap bulannya sudah dipotong dengan pajak, tunjangan, maupun benefit lainnya secara rutin.

Adapun hal lain yang perlu diketahui adalah bahwa take home pay tidak sama dengan UMR (Upah Minimum Regional). UMR bukanlah take home pay, melainkan jumlah pendapatan minimum yang sudah ditetapkan oleh pemerintah, di mana setiap daerah memiliki upah minimum berbeda-beda. Sedangkan THP jumlahnya tidak selalu mengikuti UMR, sebab sudah ditentukan berdasarkan kebijakan dari masing-masing perusahaan.

Seperti pengertian take home pay, serta bedanya dengan gaji pokok dan UMR. Supaya lebih jelasnya, ketahuilah apa saja yang termasuk komponen THP serta cara menghitungnya. Kedua poin tersebut akan dijelaskan pada poin berikutnya.

Komponen Take Home Pay

Sudahkah paham dengan pengertian take home pay pada penjelasan sebelumnya? Selanjutnya, kami berikan penjelasan mengenai komponen take home pay berikut ini agar tahu ke mana sebagian gaji pokok tersebut dipotong.

1. Pendapatan rutin

Komponen take home pay yang pertama adalah berasal dari gaji pokok sebelum dipotong atau pendapatan rutin. Gaji pokok merupakan upah yang harus dibayar oleh perusahaan sesuai dengan posisi/jabatan serta jenis pekerjaan pegawai.

Apabila ingin mengetahui berapa jumlah gaji pokok, Anda dapat melihatnya dari kontrak kerja dan sudah ditandatangani ketika menerima offering atau penawaran dari perusahaan. Biasanya, sebagian orang langsung meyakini bahwa penawaran gaji dalam kontrak tersebut sudah pasti bisa dibawa pulang atau dianggap sebagai THP. Padahal kenyataannya tidak demikian karena masih dipotong dengan biaya lain.

Supaya tidak bingung, kami berikan contohnya. Misalnya Anda menerima tawaran gaji sebesar 8 juta rupiah setiap bulannya, berarti setiap tanggal gajian Anda tidak menerima sejumlah itu. Jumlahnya akan kurang atau mungkin lebih dari 8 juta karena sudah dipotong pajak maupun biaya lainnya.

2. Pendapatan insidentil (tunjangan tetap)

Komponen THP lainnya adalah pendapatan insidentil. Pendapatan insidentil adalah gaji yang tidak termasuk gaji bulanan rutin, misalnya bonus lembur, tunjangan hari raya (THR), maupun tunjangan lainnya. Istilah ini juga biasa disebut dengan pendapatan tidak tetap karena tidak selalu didapatkan setiap bulan.

Perlu diketahui bahwa pendapatan insidentil setiap karyawan meskipun bekerja dalam satu perusahaan pasti berbeda-beda. Biasanya perbedaan pendapatan insidentil dipengaruhi oleh prestasi atau pencapaian target, posisi, jabatan, dan sebagainya.

3. Pemotongan gaji (tunjangan tidak tetap)

Pemotongan gaji atau biasa disebut tunjangan tidak tetap adalah iuran yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan beserta keluarganya. Dalam hal ini, tunjangan tidak tetap berupa BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, pajak penghasilan, hutang karyawan, serta tanggungan lainnya.

BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan termasuk ke dalam komponen take home pay. Jadi, ketika memperoleh jumlah gaji yang tidak sama seperti di kontrak kerja awal, artinya Anda mendapatkan gaji bersih karena sudah dipotong dengan pajak serta tanggungan.

Sebagai informasi tambahan, setiap perusahaan wajib mendaftarkan semua karyawannya sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan. Aturan seperti ini sudah dicantumkan dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011, yang menyatakan bahwa pihak pemberi kerja atau perusahaan apabila tak mendaftarkan pegawainya sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan, maka dapat dikenai sanksi administratif. Sanksi administratif tersebut berupa teguran tertulis, denda, hingga tak memperoleh fasilitas/layanan tertentu.

Karyawan berhak memperoleh pemotongan gaji dari iuran BPJS Ketenagakerjaan karena nantinya akan berguna serta dapat dicairkan sewaktu-waktu dalam kondisi tertentu. Apabila perusahaan tak mendaftarkan ke BPJS, maka dapat dilaporkan ke Kemnaker.

Cara Menghitung Take Home Pay

Komponen take home pay, antara lain pendapatan rutin, pendapatan insidentil (tunjangan tetap), dan pemotongan gaji (tunjangan tidak tetap). THP dihitung berdasarkan ketiga komponen tersebut, sehingga mungkin saat penerimaan gaji jumlahnya tidak sesuai dengan yang tertera di kontrak.

Aturan rumus perhitungan THP sendiri sebenarnya sudah ditentukan dalam Pasal 1 Ayat 30 Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003. Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa gaji atau upah adalah hak bagi setiap pekerja yang dibayarkan sesuai dengan yang tertulis pada kontrak kerja. Hal ini juga termasuk tunjangan untuk keluarga maupun tambahan lainnya sesuai jenis pekerjaannya.

Sekali lagi, THP berbeda dengan upah atau gaji pokok karena sudah melalui perhitungan sebelum akhirnya dibayarkan kepada karyawan dalam bentuk gaji/pendapatan bersih. Berikut ini cara menghitung THP.

THP = (Pendapatan Rutin + Pendapatan Insidental) – (Pemotongan Gaji dari Pajak dan Iuran)

Seperti itulah cara menghitung THP. Jika masih bingung, berikut contoh penerapannya dengan asumsi gaji pokok adalah Rp8.000.000 per bulan, tunjangan hari raya (THR) adalah satu kali gaji atau sebesar Rp8.000.000, lalu jumlah potongan gaji dari pajak serta iuran totalnya sebesar Rp500.000. Maka, perhitungannya adalah sebagai berikut:

THP = (Rp8.000.000 + Rp8.000.000) – (Rp500.000) = Rp15.500.000

Perbedaan Take Home Pay dengan Sistem Gaji Lainnya

Setelah membaca penjelasan sebelumnya, dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan THP dengan sistem gaji lainnya. Hal ini karena take home pay adalah upah bersih yang diterima oleh karyawan, di mana perhitungannya berdasarkan gaji pokok ditambah tunjangan/bonus, kemudian dikurangi potongan gaji (BPJS, iuran, asuransi, hutang, dan lainnya). 

Artinya, THP jelas tidak sama dengan gaji pokok. Jadi apabila di kontrak kerja diberikan penawaran gaji, belum tentu itu termasuk THP. Sehingga nanti jumlah uang yang diterima pun bisa kurang ataupun lebih (belum tentu sesuai kontrak kerja).

Berdasarkan penjelasan mengenai take home pay di atas, semoga dapat dijadikan sebagai tambahan pengetahuan. Terutama bagi Anda yang baru saja terjun di dunia kerja agar tidak kaget ketika memperoleh gaji bulanan maupun bonus.

Zahrah Firyal Salma

Zahrah Firyal Salma

Zahrah Firyal Salma adalah sarjana pertanian yang tertarik menulis di bidang entrepreneurship, tips seputar keuangan, dan gaya hidup.View Author posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *